Nyi Ageng Serang, Pahlawan Nasional asal Purwodadi-Grobogan keturunan Sunan Kalijaga dan Nenek dari Ki Hajar Dewantoro

Nyi Ageng Serang
Nyi Ageng Serang Pahlawan Nasional Asal Purwodadi

Nyi Ageng Serang yang bernama asli Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang berasal dari Purwodadi - Kab. Grobogan.

Nyi Ageng Serang adalah pemimpin gerilyawan Jawa yang memimpin penyerangan terhadap kolonial Belanda.

Nyi Ageng Serang adalah perempuan pemberani yang tak gentar melawan penjajah yang berusaha menguasai tanah kelahirannya.

Nyi Ageng Serang merupakan salah satu perempuan yang turut serta turun ke medan perang.

Bahkan, Nyi Ageng Serang didapuk sebagai panglima perang berkat strategi-strategi perangnya saat melawan penjajahan.

Salah satu taktiknya yang cerdas adalah mengelabui musuh dengan menyamar menjadi semak menggunakan daun talas.

Nyi Ageng Serang adalah keturunan Sunan Kalijaga dan Ki Hajar Dewantara adalah keturunan Nyi Ageng Serang.

·        Masa Kecil

Nyi Ageng Serang lahir di Serang, Purwodadi tahu 1751 dengan nama asli Raden Ajeng (RA) Kustiyah Wulaningsih Retno Edi.

Sang ayah adalah pangeran Natapraja, penguasa daerah Serang dan panglima perang Sultan Hamengku Buwono I. Gelar sang ayah adalah Panembahan Serang.

Sejak kecil, Nyi Ageng Serang sering mengikuti perang-perang terhadap belanda.

Awalnya Serang menjadi tulang punggung pemberontakan namun perlawanan terhenti karena ada perdamaian dari pihak raja-raja Jawa dan Belanda.

Di masa tuanya, Panembahan Serang lebih menekuni agama Islam. Putra-putrinya diberikan pendidikan agama bahkan beberapa waktu lamanya mereka dikirim ke Kadilangu, Demak, bekas kediaman Sunan Kalijaga, untuk menuntut dan memperdalam ilmu agama Islam.

Setelah Perjanjian Giyanti, Panembahan Serang tidak mau berurusan dengan politik karena dia tidak setuju dengan raja-raja Jawa yang berdamai dengan Belanda. Namun karena Serang adalah musuh besar Belanda, Belanda pun menyerang Serang secara mendadak. Dalam pertempuran itu Natapraja Muda, kakak Nyi Ageng Serang meninggal. Kemudian Panembahan Serang jatuh sakit dan meninggal dunia. (1)

Setelah sang ayah wafat, Nyi Ageng Serang mendapat gelar namanya untuk menggantikan kedudukan sang ayah.

·        Perang Diponegoro

Saat Diponegoro telah berperang melawan Belanda, Nyi Ageng Serang segera memerintahkan cucunya RM Papak mengerahkan rakyat untuk turut berjuang. Segala penyerangan, perlawanan dan siasatnya tidak lepas dari petunjuk Nyi Ageng Serang. Dalam Perang Diponegoro itu RM Papak bergelar Basah Notoprodjo. Sejak saat itu Pangeran Diponegoro sering mengirimkan utusan untuk minta nasehat Nyi Ageng Serang. Sebagai penasehat Pangeran Diponegoro, Nyi Ageng Serang sejajar dengan P. Mangkubumi dan P. Joyokusumo yang ahli siasat perang.

Pada tahun 1825 saat perang Diponegoro pecah, Nyi Ageng Serang kehilangan sang suami, Pangeran Mutia Kusumowijoyo dalam pertempuran. Namun Nyi Ageng Serang tetap meneruskan perjuangan meskipun saat itu berusia 73 tahun. Nyi Ageng Serang mendapat kepercayaan untuk memimpin pasukan. Strategi perang Nyi Ageng Serang yang paling sering berhasil adalah penggunaan daun talas sebagai media penyamaran.

Nyi Ageng Serang, Pangeran Adi Suryo dan Pangeran Somo Negoro pernah memimpin perlawanan di darah pegunungan Menoreh, Kadipaten Adi Karto serta daerah Kadipaten Kulon Progo. Pasukannya membawa Panji “Gula Kelapa” (warna Merah Putih) di daerah Jawa Tengah bagian Timur-laut. (2)

Monumen Nyi Ageng Serang di Kulonprogo
Pahlawan Nasional

Pada tahun 1828, Nyi Ageng Serang meninggal dunia di usia 76.

Jasadnya dimakamkan di desa Beku, Kulonprogo, tempat Nyi Ageng Serang pernah bergerilya melawan Belanda.

Saat meninggal, daerah Serang adalah daerah merdeka.

Nyi Ageng Serang dikukuhkan sebagai Pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden RI No.084/TK/1974.

 

Posting Komentar

0 Komentar