OLEH :PRIHANDOYO KUSWANTO
KETUA RUMAH PANCA SILA
Sejak bergulir nya Reformasi dan tumbang nya Orde Baru ,tanpa disadari telah terjadi perubahan perpolitikan dan demokrasi di negeri ini ,perubahan ini membawah arah yang positif disatu sisi juga tidak sdikit unsur negative nya .
Dalam perubahan politik telah terjadi perubahan yang mendasar,politik tidak membawah dan membangun karakter kebangsaan , justru politik menjadi Industrialisasi , hal ini ditandai dengan politik pecitraan yang dibangun oleh setiap insan politik dan elit nya .
Munculnya politik pencitraan ini dibarengi dengan munculnya konsultan-konsultan politik, yang siap memoles apa saja yang diinginkan oleh kandidat , walau dalam sejarahnya sang kandidat berperilaku buruk, seseorang kandidat tidak lagi diperlukan perjuangan dari bawah , tetapi cukup memyediakan uang untuk merubah wajah calon kandidat.
politik pencitraan ini telah di praktekan pertama kali oleh SBY dengan mengunakan Fox Indonesia sebagai konsultan dalam Pilpres tahun 2009 yang lalu dan hasil nya SBY bisa memenangkan pilpres
Ciri-ciri dari Industrialisasi politik dan demokrasi adalah adanya sebuah proses yang diawali dengan merubah image seseorang yang dilakukan konsultan pencitraan , bak produk dilakukan rekayasa sikap dan perilaku seorang kadindat agar mempunyai daya jual , dan image yang berupa topeng ,santun, berwibawa,jujur, amanah , semua simbul-simbul yang diinginkan masyarakat di tempelkan pada wajah kadindat .
Langka selanjut nya adalah memasarkan maka konsultan marketing mulai banyak menawarkan jasa nya , bak barang dagangan memasarkan seseorang yang telah dipoles dengan berbagai cara ,memasang iklan , membuat acara-acara yang bisa menarik masyarakat
Untuk mengukur elektabilitas apakah seorang kandidat telah berhasil dalam pemasaran nya selanjutnya dilakukan penjajakan yang sering dilakukan dengan survey jajak pendapat ,apa bila hasil jajak pendapat kurang memuaskan maka akan dilakukan berbaikan produk dan mengetahui titik kelemahan selanjut nya perlu ada nya perbaikan .Survey ini juga bisa untuk mengetahui dan mengukur kekuatan-kekuatan produk lain
Ketika proses pencarian pemimpin ini sudah menelan begitu saja yang serba Amerika dan meninggalkan segala system yang telah dibangun oleh pendiri bangsa ,maka pertanyaan besar yang harus dijawab adalah di mana proses pembangunan karakter kebangsaan kita ? dalam system yang dibangun bak proses produksi maka dibutuhkan biaya investasi yang sangat besar ,tentunya dalam produksi dan proses Industrialisasi politik dan demokrasi ini dengan investasi yang basar tidak mungkin investasi itu tidak diharapkan kembali dan untung,maka sering kita melihat ketika seorang yang telah selesai menjabat langka seanjut nya mereka masuk penjarah ditangkap KPK akibat korupsi untuk mengembalikan investasi dalam pemilihan nya sebagai kepala daerah nya.
Fenomena Idustrialisasi politik dan demokrasi dewasa ini telah memerosotkan karakter kebangsaan , dalam perkembangan delapan belas tahun terakhir sejak reformasi digulirkan telah merubah tatanan kebangsaan kita proses politik menelan begitu saja cara-cara Amerika yang dianggap paling baik ,bahkan jauh lebih liberal dari cara-cara Amerika , sementara meninggal kan dan mengubur budaya Pancasila sebagai dasar bernegara.
Dalam Industrialisasi politik dan demokrasi semua kekuatan berebut pengaruh dan berebut kekuasaan. namun, ketika para elite politik itu memperoleh
kekuasaan,tidak jelas apa yang mereka lakukan untuk perbaikan negeri ini.
Kekuasaaan akhirnya hanya menjadi instrumen mengeksploitasi sumber daya untuk kepentingan-kepentingan pragmatis yang berakibat merugikan kepentingan bangsa Indonesia .
Performa negara di era reformasi sekarang cenderung tidak memiliki landasan kokoh untuk membangun negara ber martabat. Proses dan mekanisme politik untuk menjadi pejabat publik pada institusi-institusi negara sarat dengan transaction cost yang tinggi.bahkan sudah menjadi indutrilisasi politik dan demokrasi ,keadaan ini sangat tidak menguntungkan bagi bangsa ini .
Belajar dari sejarah ,salah satu yang dilakukan Bung Karno pada waktu itu dan yang tidak dilakukan oleh Soeharto dan penggantinya samapai pada Jokowi ,adalah melakukan “character and nation building”. Siapa tak bangga pada waktu itu memiliki Presiden Indonesia Bung Karno? Pembangunan karakter bangsa adalah fondasi untuk memperbaiki krisis bangsa. Kalau karakter bangsa sudah rusak maka bangsa itu akan menjadi cemooh bangsa lain, diejek dan diremehkan oleh kekuatan asing. Pembangunan sosial, ekonomi, politik,kebudayaan memerlukan pembangunan karakter bangsa.
Berapa pun besar bantuan luar negeri dikucurkan, berapa pun hutang luar negeri diperoleh, berapa pun tenaga ahli dikirimkan akan sia-sia kalau bangsa Indonesia gagal melakukan “character and nation building”. Yang ada setelah tujuh puluh tiga tahun merdeka, hutang makin membumbung, korupsi makin merajalela, pejabat bisa dibeli, rasa persatuan sebagai bangsa mulai luntur, ke- kerasan antar suku dan antar agama menjamur. Bangsa Indonesia diremehkan dalam percaturan global bahkan menuju kelumpuhan sebagai bangsa semakin tidak berdaya .
Bermula dari Amandemen UUD 1945
Amandemen UUD 1945 telah merusak sistem nilai yang telah dibangaun susah payah ,dan pengorbanan yang begitu besar bukan hanya harta dan darah tetapi juga jutaan nyawa melayang dalam perjuangan mendirikan Indonesia dengan tata nilai yang dibangun atas dasar amanat penderitaan rakyat .Para elit tidak mau mengerti apa yang telah di bangun oleh pendiri negeri ini atas dasar amanat penderitaan rakyat , sehingga kekuasaan yang ada ditangan mereka saat ini tidak menjalankan amanat penderitaan rakyat ,bahkan tidak paham apa itu amanat penderitaan rakyat .
Cuplikan AMANAT PRESIDEN SOEKARNO
PADA ULANG TAHUN PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA, 17 AGUSTUS 1963 DI JAKARTA
Saya berdiri di sini sebagai warganegara Indonesia, sebagai patriot Indonesia, sebagai alat Revolusi Indonesia, sebagai Pemimpin Besar Revolusi Indonesia, sebagai Pengemban Utama daripada Amanat Penderitaan Rakyat Indonesia.
Kita semua yang berdiri dan duduk di sini harus merasakan diri kita sebagai pengemban Amanat Penderitaan Rakyat! Saya bertanya, sudahkah engkau semua, hai saudara-saudara!, engkau … engkau … engkau … engkau, sudahkah engkau semua benar-benar mengerti dirimu sebagai Pengemban Amanat Penderitaan Rakyat, benar-benar menyadari dirimu sebagai pengemban Amanat Penderitaan Rakyat, benar-benar menginsyafi dirimu sebagai Pengemban Amanat Penderitaan Rakyat, benar-benar merasakan dirimu, sampai ketulang-tulang-sungsummu, sebagai Pengemban Amanat Penderitaan Rakyat?
Amanat Penderitaan Rakyat, yang menjadi tujuan perjuangan kita, sumber kekuatan dan sumber keridlaan berkorban daaripada perjuangan kita yang maha dahsyat ini? Sekali lagi engkau semua, engkau semua dari Sabang sampai Merauke! , sudahkah engkau semua benar-benar sadar akan hal itu?
“Dari Sabang sampai Merauke”, empat perkataan ini bukanlah sekedar satu rangkaian kata ilmu bumi. “Dari Sabang sampai Merauke” bukanlah sekedar menggambarkan satu geographisch begrip. “Dari Sabang sampai Merauke” bukanlah sekadar satu “geographical entity”. Ia adalah merupakan satu kesatuan kebangsaan. Ia adalah satu “national entity”. Ia adalah pula satu kesatuan kenegaraan, satu “state entity” yang bulat-kuat. Ia adalah satu kesatuan tekad, satu kesatuan ideologis, satu “ideological entity” yang amat dinamis. Ia adalah satu kesatuan cita-cita sosial yang hidup laksana api unggun, satu entity of social-consciousness like a burning fire.
Dan sebagai yang sudah saya katakan dalam pidato-pidato saya yang lalu, social consciousness kita ini adalah bagian daripada social consciousness of man. Revolusi Indonesia adalah kataku tempohari congruent dengan the social conscience of man!
Kesadaran sosial dari Rakyat Indonesia itulah pokok-hakekat daripada Amanat Penderitaan Rakyat Indonesia. Amanat Penderitaan Rakyat Indonesia itu adalah dus bagian daripada social consciousness of mankind. Dus amanat Penderitaan Rakyat Indonesia adalah bagian daripada Amanat Penderitaan Rakyat daripada seluruh kemanusiaan!
Dus Amanat Penderitaan Rakyat kita bukanlah sekadar satu pengertian atau tuntutan nasional belaka.
Amanat Penderitaan Rakyat kita bukan sekedar satu “hal Indonesia”. Amanat Penderitaan Rakyat kita menjalin kepada Amanat Penderitaan Umat Manusia, Amanat Penderitaan Umat Manusia menjalin kepada Amanat Penderitaan Rakyat kita. Revolusi Indonesia menjalin kepada Revolusi Umat Manusia, Revolusi Umat Manusia menjalin kepada Revolusi Indonesia.
Pernah saya gambarkan hal ini dengan kata-kata: “there is an essential humanity in the Indonesian Revolution”. Pernah pula saya katakan bahwa Revolusi Indonesia mempunyai suara yang “mengumandang sejagad”, yakni bahwa Revolusi Indonesia mempunyai “universal voice”.
Menurut Renan (1823-1892), yang pendapatnya sering dikutip Bung Karno: ” Bangsa hadir karena ada kesamaan nasib dan penderitaan, serta adanya semangat dan tekad untuk berhimpun dalam sebuah “nation”. ….
Bangsa itu ialah suatu solidaritas besar, yang terbentuk karena adanya kesadaran, bahwa orang telah berkorban banyak, dan bersedia untuk memberi korban itu lagi…. Manusia itu bukanlah budak dari keturunannya (ras) atau dari bahasanya, atau dari agamanya, …..
Suatu kumpulan besar manusia, yang sehat jiwanya dan berkobarkobar hatinya, menimbulkan suatu kesadaran batin yang dinamakan bangsa”.Dengan demikian, bangsa hadir bukan dikarenakan adanya kesamaan budaya, suku, ras, etnisitas, agama dan pertimbangan-pertimbangan ikatan primodialisme yang lain, tetapi lebih menekankan pada adanya kesamaan nasib dan keinginan untuk hidup bersama dalam sebuah komunitas bangsa”
Dalam konteks demikian maka dengan perubahan sistem politik dan demokrasi yang telah berubah menjadi industri politik dan demokrasi liberal yang mampu melulu lantakan nilai-nilai berbangsa dan bernegara maka bangsa ini semakin terjebak pada pikiran pikiran yang serba pragmatis ,tanpa bisa lagi berfikir tentang paradigmatika kebangsaan nya.
Indonesia akan menjadi buih ditengah samudra yang tidak mempunyai jangkar karakter kebangsaan nya ,semakin hanyut diombang-ambingkan oleh yang nama nya Globalisasi , tidak lagi mampu berdiri apa lagi berjalan ,sebahagian besar kekayaan ibu pertiwi telah tergadaikan dan dikuasai oleh Asing ,Aseng dan Asu , yang tidak berfikir lagi bagaimana nasib anak cucu bangsa ini .
Tidak ada jalan penyelamat kecuali ada nya kesadaran untuk mengembalikan jati diri bangsa Indonesia Panca Sila dan UUD 1945 Proklamasi /dekrit 5 Juli 1959. Semua tergantung pada hati nurani kita masing-masing apakah kita akan berjuang atau kita punah sebagai bangsa.
0 Komentar