Kontroversi Gagasan Ta'aruf Masal dan Kartu Jakarta Jomblo

Ide Sandiaga Uno menggelar taaruf massal dan memberikan Kartu Jakarta Jomlo (KJJ) bagi warga ibu kota yang lajang dipandang membahayakan demokrasi di Jakarta.

Gagasan taaruf massal muncul saat Sandiaga menjelaskan rencana program kerja untuk mengatasi keberadaan warga yang jomlo. Ia menyebut taaruf massal dapat menjadi salah satu solusi untuk warga ibu kota yang masih hidup tanpa pasangan.

Sandiaga juga mengatakan, kegiatan itu dapat dilakukan di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Menurutnya, RPTRA saat ini masih jarang diisi dengan kegiatan yang bisa mendekatkan warga.

Peneliti Populi Center Rafif Pamenang Imawan menganggap ide Sandiaga sebagai hal yang berbahaya. Ia juga menilai rencana taaruf massal sebagai bukti pengingkaran janji kampanye Anies-Sandi.

Menurut Rafif, pelaksanaan taaruf massal di ruang publik seperti RPTRA dapat mengikis arti kebebasan. Apalagi, ia memandang taaruf massal cenderung hanya dilakukan oleh penganut agama tertentu.

"Bukan berarti taarufnya salah, tetapi (kesalahan karena) mendorong supaya RPTRA sebagai pusat untuk menaruh nilai-nilai tersebut, kemudian program ini masih sangat absurd," tutur Rafif.

 Alumni Universitas Gadjah Mada itu lantas mengungkit janji kampanye Anies-Sandi ihwal posisinya jika terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur ibu kota.

Pasangan yang diusung Gerindra dan PKS pada Pilkada 2017 itu kerap menjanjikan bakal menjadi pemimpin untuk semua suku, golongan, dan tidak membuat kebijakan berdasarkan agama tertentu. Namun, Rafif memandang rencana taaruf massal bukan sebagai program yang mengakomodir semua suku, agama, ras, dan golongan di DKI.

Program KJJ yang digagas Anies-Sandi juga dianggap tak berdampak banyak pada kehidupan masyarakat ibu kota. Alih-alih menggelar taaruf massal dan memberi kartu bagi para jomlo, Anies-Sandi diminta fokus mematangkan rencana implementasi program-program andalannya seperti penyediaan rumah dengan uang muka nol rupiah.

"Sandi harusnya fokus pada (upaya) menaikkan kelas sosial masyarakat di kampung, melakukan penataan yang lebih baik, memperjelas programnya yang DP nol persen, dibanding memikirkan program yang untuk meningkatkan popularitasnya di depan pendukungnya," kata Rafif.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat sebelumnya pun telah meminta Sandiaga mempelajari fungsi dan tujuan pembangunan RPTRA sebelum mencetuskan ide menggelar taaruf massal di sana.

Ia meminta agar pesaingnya pada Pilkada DKI itu pergi ke RPTRA, sehingga bisa melihat langsung kegiatan-kegiatan di sana.

"Haduh jadi suruh belajar dulu lah fungsinya RPTRA itu apa," kata Djarot di Balai Kota DKI Jakarta. "Makanya suruh ke RPTRA, suruh koordinasi sama pengelola RPTRA ya."

Posting Komentar

0 Komentar