Kendala Polisi Tangani Korupsi dan Wacana Pembentukan Densus Tipikor



Kapolri Jenderal Tito Karnavian ditanyai Komisi III DPR mengenai penanganan tindak pidana korupsi (tipikor) di Bareskrim Polri yang belum memuaskan. Tito berujar kendala penyelidikan kasus korupsi adalah anggaran biaya yang terbatas.

Tito membandingkan anggaran penyidikan kasus tipikor di Polri yang sebesar Rp 200 juta dengan anggaran penyidikan di KPK yang berapa pun besarannya ditanggung negara. 

"(Anggaran) Rp 200 juta ya. Kalau tetap dipatok dengan sistem indeks, tidak maksimal. Kalau bisa juga dengan sistem at cost. Jadi berapa pun biayanya dipenuhi oleh negara, seperti KPK," ungkap Tito saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III di gedung Nusantara II, kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (23/5/2017).

Tito optimistis, bila anggaran untuk penanganan dugaan tipikor disamakan sistemnya dengan KPK, penyidik Polri mampu mengungkap kasus-kasus korupsi kelas kakap.

"Maka (sistem at cost) ini akan bisa mendongkrak prestasi mereka (penyidik Polri)," imbuh Tito.

Tito melanjutkan, kendala lainnya dari penanganan kasus korupsi di Polri adalah kakunya sistem birokrasi. Sehingga, bilamana polisi ingin menyidik seorang pejabat negara yang diduga melakukan korupsi, polisi mendapat intervensi.

"Memang ada saya kira kendala birokrasi juga yang jadi problema. Kelebihan teman-teman di KPK, kan mereka kolektif-kolegial dan diangkat DPR, jadi lebih kebal daripada, maaf, intervensi," jelas Tito sembari tertawa kecil.

Terlepas dari kendala-kendala itu, Tito berkomitmen akan meningkatkan kemampuan penyidik tipikor karena dari segi jumlah penyidik, Polri memiliki lebih banyak dibanding KPK. Begitupun dengan jaringan informan.

"Tapi prinsip kita akan membangun kemampuan yang lebih kuat dalam penanganan korupsi. Sebenarnya jumlah anggota kita jauh lebih banyak, jaringan juga jauh lebih luas ke daerah-daerah. Oleh karena itu, kita memperkuat Direktorat Tipikor," ucap dia.

Tito kemudian berpendapat, pembentukan satuan tugas (satgas) untuk penanganan kasus korupsi di Polri lebih efektif dibanding struktur Direktorat Tipikor itu sendiri.

"Bahkan pendapat saya, kalau perlu dibuat satgas, ya jumlahnya 500 sampai 1.000 orang, yang mereka direkrut dari berbagai satuan, kewilayahan, lalu menangani tipikor dengan anggaran khusus dari Mabes Polri. Saya pikir itu lebih efektif dibandingkan struktur tipikor itu sendiri, yang dia terkunci pada jumlah orang. Kalau sudah sukses tangani kasus, bisa dibubarkan," tutur Tito.

Saat ditanyai Komisi III perihal siap-tidaknya Polri membentuk Densus Tipikor, mantan Kepala BNPT dan Kapolda Metro Jaya itu menyatakan siap.

"Komisi III mendorong Polri untuk segera membentuk Densus Tipikor dengan dukungan anggaran dan kewenangan khusus," ujar Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Gerindra, yang menjadi pimpinan rapat kali ini, Desmond Junaidi Mahesa.

"Kalau ditanya apakah Polri siap, dari anggota Polri yang tersebar di seluruh Indonesia, saya kira kita sangat siap. Kami memiliki polda di seluruh provinsi, memiliki polres hingga kamtibmas. Saya kira kalau seluruh anggota dikerahkan, akan siap," Tito menanggapi.

Terakhir Tito menyampaikan, jika pembentukan Densus Tipikor terealisasi, hal yang ingin dia perhatikan untuk penyidik tak hanya biaya penyelidikan yang ditambah sesuai kebutuhan, tapi juga kesejahteraan para anggota.

"Namun perlu dukungan penganggaran di kepolisian. Kesejahteraan mereka perlu ditingkatkan dan gaji khusus," kata dia.

Menanggapi hasil rapat, Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto berucap pihaknya akan melakukan pengkajian lebih dalam lagi terkait wacana pembentukan Densus Tipikor.

"Ada wacana untuk membuat Detasemen Khusus seperti Densus 88. Tadi dari Komisi III mendorong untuk membentuk. Pasti kami akan lakukan pengkajian lebih dalam lagi. Intinya, dari Polri ingin memberantas korupsi," tegas Setyo seusai rapat. 

Posting Komentar

0 Komentar